Teknologi Budidaya Laut dan Potensi Keramba Jaring Apung (KJA) sebagai Solusi Ketahanan Pangan dan Ekonomi Pesisir di Indonesia

 

Teknologi Budidaya Laut dan Potensi Keramba Jaring Apung (KJA)

 sebagai Solusi Ketahanan Pangan dan Ekonomi Pesisir di Indonesia

 

Oleh:

Keysar Zidan Ramadhan

5020231071

Email : keysarzidanramadhan@gmail.com

Teknik Kelautan - Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

 

Abstrak

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kekayaan laut yang sangat besar. Namun, pemanfaatannya masih belum optimal untuk mendukung ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat pesisir. Permasalahan yang dihadapi antara lain adalah rendahnya produktivitas budidaya laut, keterbatasan teknologi, dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan akuakultur. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji potensi dan tantangan penerapan Keramba Jaring Apung (KJA) sebagai solusi budidaya laut yang berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah kajian literatur dan analisis deskriptif kualitatif dengan studi kasus Ocean FarmITS. Hasil kajian menunjukkan bahwa teknologi KJA, terutama yang berbasis digital dan terintegrasi dengan ekowisata seperti di Ocean FarmITS, mampu meningkatkan produksi ikan, memberdayakan masyarakat pesisir, serta menjaga keseimbangan lingkungan. Dengan pendekatan yang tepat, KJA dapat menjadi salah satu pilar utama dalam pengembangan ekonomi biru Indonesia.

Kata kunci : Budidaya Laut, Teknologi Akuakultur, Ketahanan Pangan, Ekonomi Pesisir, OceanfarmITS

 


1         Pendahuluan

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki laut yang luas dan kaya. Sayangnya, banyak Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang 108.000 km, menjadikannya negara dengan potensi kelautan luar biasa. Laut Indonesia menyimpan kekayaan hayati yang tinggi, mulai dari ikan, terumbu karang, hingga potensi energi laut. Meski demikian, masih banyak wilayah pesisir yang menghadapi masalah klasik seperti kemiskinan, keterbatasan akses terhadap teknologi, dan eksploitasi sumber daya laut secara berlebihan. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan baru dalam pengelolaan sumber daya laut yang tidak hanya berorientasi eksploitasi, tetapi juga konservasi dan pemberdayaan masyarakat. Teknologi budidaya laut seperti Keramba Jaring Apung (KJA) menjadi salah satu solusi utama dalam mewujudkan tujuan tersebut.

KJA merupakan metode budidaya ikan laut di perairan terbuka yang memanfaatkan jaring sebagai wadah pemeliharaan ikan dan pelampung sebagai penopang. Teknologi ini telah berkembang dari sistem konvensional ke sistem modern yang memanfaatkan sensor, IoT (Internet of Things), dan otomatisasi. Melalui artikel ini, kita akan menelaah lebih jauh konsep KJA, dasar hukum, manfaat sosial-ekonomi-ekologi, metode implementasi, serta tantangan dan strategi keberlanjutannya.

  1. Dasar Hukum

Pengembangan KJA di Indonesia didukung oleh kerangka regulasi yang cukup jelas dan kuat, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (jo. UU No. 45 Tahun 2009), yang menyatakan bahwa perikanan budidaya merupakan bagian penting dari pembangunan perikanan nasional yang berkelanjutan.
  2. Permen KP No. 28 Tahun 2020 tentang Usaha Pembudidayaan Ikan, yang mengatur perizinan, lokasi, hingga persyaratan teknis KJA.
  3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menekankan pentingnya pengelolaan limbah budidaya dan dampaknya terhadap ekosistem laut.
  4. Rencana Aksi Nasional Blue Economy, yang mendorong sektor kelautan sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi berbasis keberlanjutan.

Regulasi ini memberi dasar hukum dan arah pengembangan bagi pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk mengembangkan KJA secara legal dan berkelanjutan. Kepastian hukum ini sangat penting untuk menarik investasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan laut yang menjadi tempat berlangsungnya budidaya ikan.

  1. Definisi dan Karakteristik KJA

Keramba Jaring Apung (KJA) adalah teknologi budidaya ikan di perairan laut yang menggunakan kerangka pelampung dan jaring sebagai tempat ikan dipelihara. KJA biasanya dipasang di perairan teluk atau perairan dangkal yang memiliki arus air cukup namun relatif tenang. Sistem ini memungkinkan kontrol yang lebih baik terhadap padat tebar, pemberian pakan, serta pemantauan kesehatan ikan.

Jenis-jenis KJA bervariasi, mulai dari:

  • KJA Tradisional: menggunakan bambu, drum, dan jaring biasa, banyak digunakan di desa-desa pesisir.
  • KJA Semi-Moderen: menggunakan bahan PVC atau HDPE dan telah terintegrasi dengan sistem monitoring sederhana.
  • KJA Modern: dilengkapi dengan sensor kualitas air, auto feeder, kamera bawah air, dan terhubung dengan sistem manajemen berbasis aplikasi.

Selain untuk ikan, KJA juga dapat digunakan untuk budidaya komoditas laut lain seperti udang, kerapu, kakap putih, dan bahkan rumput laut. Fleksibilitas inilah yang menjadikan KJA sangat potensial diterapkan di berbagai daerah pesisir di Indonesia.

Tujuan dan Manfaat

Pengembangan KJA memiliki tujuan yang sangat strategis, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun ekologi:

Tujuan:

  1. Meningkatkan produksi ikan laut konsumsi secara berkelanjutan.
  2. Mengurangi ketergantungan pada penangkapan ikan liar.
  3. Memberikan lapangan kerja dan alternatif pendapatan bagi masyarakat pesisir.
  4. Mendukung ketahanan pangan nasional dan ekspor produk perikanan.
  5. Mengembangkan ekowisata dan edukasi lingkungan berbasis perikanan.
  6. Mendorong inovasi teknologi di bidang kelautan.

Manfaat:

Ekonomi:

  • Meningkatkan pendapatan nelayan dan pembudidaya.
  • Mendorong pertumbuhan industri pendukung: pakan, benih, logistik, dan pengolahan hasil.
  • Membuka peluang investasi sektor kelautan yang berbasis teknologi dan keberlanjutan.

Sosial:

  • Meningkatkan kapasitas SDM pesisir melalui pelatihan dan pelibatan komunitas.
  • Memperkuat kemandirian ekonomi lokal dan mencegah urbanisasi.
  • Menguatkan kohesi sosial dan kolaborasi antar warga melalui usaha bersama.

Lingkungan:

  • Mengurangi tekanan terhadap stok ikan liar.
  • Mendukung pelestarian ekosistem pesisir jika dikombinasikan dengan konservasi mangrove dan terumbu karang.
  • Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan laut.

2         Studi Kasus: Ocean FarmITS

Ocean FarmITS merupakan inisiatif strategis dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang bertujuan mengembangkan teknologi budidaya laut modern berbasis Keramba Jaring Apung (KJA). Proyek ini tidak hanya fokus pada peningkatan produksi ikan laut, tetapi juga berfungsi sebagai sarana edukasi, penelitian, dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Ocean FarmITS menjadi tempat percontohan dan laboratorium lapangan yang mengintegrasikan teknologi kelautan, partisipasi komunitas, serta prinsip ekowisata. Inisiatif ini mendukung pencapaian Tridharma Perguruan Tinggi dan menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan kebutuhan nyata masyarakat di lapangan.

Fungsi utama Ocean FarmITS meliputi:

     Pusat Inovasi Teknologi Akuakultur: Menyediakan platform pengujian dan pengembangan sistem KJA modern berbasis digital, termasuk sensor kualitas air dan sistem pemberi pakan otomatis.

     Sarana Pendidikan dan Pelatihan: Memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa, pelajar, dan masyarakat tentang budidaya laut berkelanjutan.

     Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Melibatkan warga sekitar dalam operasional dan hasil panen, sehingga meningkatkan kesejahteraan mereka.

     Destinasi Ekowisata Edukatif: Menarik kunjungan wisatawan yang ingin belajar mengenai akuakultur dan ekosistem laut, serta mendorong kesadaran akan pentingnya pelestarian laut.

Ocean FarmITS adalah proyek budidaya laut terintegrasi yang dikembangkan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya. Proyek ini mengombinasikan teknologi akuakultur modern dengan konsep ekowisata dan pendidikan. Inisiatif ini merupakan salah satu langkah ITS dalam mewujudkan Tridharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam hal pengabdian kepada masyarakat dan hilirisasi riset teknologi kelautan.

Ocean FarmITS dilengkapi dengan:

     Sensor kualitas air (suhu, salinitas, DO, pH)

     Sistem pemberi pakan otomatis

     Pemantauan visual dengan kamera bawah laut

     Keterlibatan mahasiswa, dosen, dan masyarakat sekitar

Hasil dari implementasi Ocean FarmITS antara lain:

     Produksi ikan laut meningkat hingga dua kali lipat dalam siklus panen.

     Mortalitas ikan menurun berkat monitoring kualitas air.

     Masyarakat sekitar mendapatkan pelatihan dan penghasilan tambahan.

     Lokasi menjadi objek wisata edukasi bagi pelajar dan umum.

Ocean FarmITS menunjukkan bahwa kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat bisa menghasilkan model akuakultur berkelanjutan yang dapat direplikasi di wilayah pesisir lainnya di Indonesia. Model ini tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga pelatihan, edukasi, dan pemberdayaan komunitas.


Gambar 1 Bangunan Lepas Pantai Ocean FarmITS

Konsep Ocean FarmITS adalah memadukan aspek budidaya ikan dengan wisata bahari, dimana struktur bawah (jaring yang berada di dalam laut) untuk budidaya ikan sedangkan struktur diatas untuk wisata bahari (hotel terapung).



Gambar 2 Keunggulan Teknologi

3         Tantangan Dan Solusi

Tantangan:

  1. Investasi Awal yang Tinggi: KJA modern memerlukan biaya besar untuk infrastruktur dan teknologi.
  2. Risiko Lingkungan: Limbah pakan dan kotoran ikan bisa menyebabkan eutrofikasi.
  3. Keterbatasan SDM: Tidak semua daerah memiliki tenaga ahli budidaya laut.
  4. Cuaca dan Gelombang Ekstrem: Bisa merusak struktur KJA.
  5. Pasar yang Fluktuatif: Harga ikan dapat naik turun dan berdampak pada kelangsungan usaha.

Solusi:

  • Pemanfaatan skema pembiayaan KUR dan CSR untuk usaha mikro.
  • Pengembangan program pelatihan oleh perguruan tinggi dan SMK kelautan.
  • Penerapan sistem rotasi lokasi budidaya dan pemantauan limbah.
  • Desain KJA yang tahan cuaca dan pemilihan lokasi yang sesuai.
  • Diversifikasi produk budidaya dan pengolahan pascapanen untuk menjaga nilai jual.

 

Strategi Pengembangan KJA ke Depan

Untuk memaksimalkan potensi KJA di Indonesia, strategi yang dapat diambil antara lain:

  1. Integrasi dengan Pendidikan dan Riset: Menjadikan kampus sebagai pusat inovasi dan pelatihan KJA.
  2. Digitalisasi Sistem Akuakultur: Pemanfaatan big data dan IoT untuk monitoring dan manajemen.
  3. Penguatan Kelembagaan Lokal: Membentuk koperasi atau kelompok usaha bersama (KUB) pembudidaya KJA.
  4. Pengembangan Model Ekowisata Berbasis Budidaya: Menarik wisatawan dan menambah nilai ekonomi.
  5. Peningkatan Akses Pasar: Melalui platform digital dan kemitraan dengan industri pengolahan hasil laut.
  6. Kolaborasi Multisektor: Melibatkan perguruan tinggi, sektor swasta, pemerintah, dan komunitas lokal secara sinergis.

4         Kesimpulan

Teknologi Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan inovasi penting dalam mendukung ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi pesisir di Indonesia. Dengan potensi laut yang sangat besar, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemimpin dalam bidang akuakultur berkelanjutan di Asia.

Studi kasus Ocean FarmITS menunjukkan bahwa KJA modern tidak hanya meningkatkan hasil produksi, tetapi juga memberi dampak sosial dan lingkungan yang positif. Ke depan, pengembangan KJA perlu terus diperkuat melalui kolaborasi antar sektor, inovasi teknologi, serta pendekatan pendidikan dan pelibatan masyarakat.

Dengan dukungan regulasi dan kebijakan yang tepat, KJA bisa menjadi tulang punggung transformasi ekonomi biru Indonesia. Teknologi ini bukan hanya alat produksi, melainkan solusi strategis dalam mewujudkan masyarakat pesisir yang mandiri, sejahtera, dan berwawasan lingkungan. Teknologi KJA adalah bukti bahwa masa depan perikanan Indonesia ada di laut, dengan semangat inovasi dan keberlanjutan.

Comments

Popular posts from this blog